Dream. Wish. Love. Faith. and Fight. I Believe.. That's what life is all about..

(Separuh) Cerita dari Negeri Sakura

1 comment
Berawal dari Impian
Jepang, siapa yang tidak terkesima dengan negeri yang tersohor ini. Negeri yang dikenal dengan tiga julukan sekaligus: Negeri Sakura, Negeri Matahari Terbit, Negeri Samurai. Setiap orang bebas memaknai Jepang, melabelinya dengan segudang julukan.

Jepang bagi saya adalah impian. Salah satu dari trilogi negeri impian saya setelah Arab Saudi dan Jerman. Impian yang secara sadar terus menggelayuti pikiran saya, seolah menuntut jawaban. Hingga suatu hari di tahun 2009, saya berikrar pada diri saya sendiri,“Entah seperti apa caranya, entah itu kapan, selama saya masih hidup, saya harus mewujudkan impian saya ke Jepang, lanjut kuliah atau jadi TKW sekalipun!.”  

Nyatanya Tuhan tak pernah ‘tidur’. Tiga tahun kemudian, di awal Oktober 2012, saat langit cerah Jepang bertaburan momiji musim gugur, Tuhan memeluk impian saya. Sebuah momentum telah mengubah hidup saya, membawa saya tinggal di Jepang selama dua tahun, sebagai mahasiswa master course salah satu universitas yang cukup ternama di Jepang dan sekaligus sebagai penerima beasiswa luar negeri.

Dan inilah (separuh) cerita saya di Negeri Sakura.
Inilah trilogi negeri impian pertama saya yang akhirnya terwujud.
Saya menyebutnya ashita, hari esok yang bersinar.

Lintasan Memori
Masih sering terlintas di ingatan saya ketika pertama kalinya saya menginjakkan kaki di negeri ini. Saat sepatu kets saya mengayunkan langkah perdananya keluar dari pintu kedatangan internasional Fukuoka Airport. Pagi itu, dari kaca jendela Kyushu Sanko Bus yang membawa saya melaju dari Fukuoka ke Kumamoto, sebuah montase dari negeri di salah satu titik di gugusan peta dunia sedang berusaha mendeskripsikan keelokannya melalui indera penglihatan saya. Gedung-gedung tinggi menjulang langit, berjajar rapi di kanan-kiri highway yang super mulus. Serapi jalur hijau pembatas jalan yang tertata membelah highway menjadi dua jalur berlawanan arus. Sepanjang jalan saya melihat deretan bangunan yang entah itu apa, didominasi warna cokelat muda.

Masih di suatu pagi di awal bulan Oktober, sambil memandang takjub dari balik kaca bus Kyu San Ko yang tak berjeda melaju, saya merasakan sesuatu membuncah, jauh di dalam hati saya. 

Kumamoto, Kotanya Kumamon
Inilah Kumamoto, kota tempat saya tinggal. Kota Kumamoto merupakan ibu kota Prefektur Kumamoto yang terletak di Pulau Kyushu, Jepang. Kota dengan luas wilayah 7.400km2 ini berpopulasi sekitar 737.000 jiwa. Dijuluki sebagai Hi no Kuni yang berarti “country of fire”, di wilayah Kumamoto terdapat Mount Aso yang terkenal dengan salah satu kaldera terbesar di dunia dan statusnya masih aktif hingga sekarang. Berkat Mount Aso dan kekayaan alamnya, Kumamoto juga dikenal sebagai “city of forest”, kota dengan sumber air bawah tanah yang jernih dan melimpah ruah.

Setiap kota di Jepang sepertinya punya karakter maskot kotanya masing-masing. Demikian juga dengan Kumamoto yang maskotnya dikenal dengan sebutan Kumamon. Kumamon adalah beruang hitam gendut dengan wajah ramah dan bulatan merah di kedua pipinya. Karakter Kumamon sungguh menggemaskan dan kamu bisa menemukannya dimana saja ketika kamu menelusuri Kota Kumamoto: dalam bentuk makanan, aksesoris, sebagai papan penunjuk arah, atapun terpajang sebagai efek hologram di jendela kaca sebuah kantor bank!. Kumamoto dengan Kumamonnya adalah konsep city branding yang sekaligus menumbuhkan sense of belonging masyarakat yang diaplikasikan dengan sangat menarik.
Kumamoto City
Kumamon  
  
Hologram Kumamon di bangunan bank

Kumamoto Castle dan Kawasan Downtown
Memasuki wilayah pusat Kota Kumamoto, bangunan Kumamoto Castle yang menjadi landmark kota terlihat menyembul gagah diantara kompleks perbelanjaan modern di sepanjang Kamitori-Shimotori. Kumamoto Castle merupakan satu dari tiga kastil utama di Jepang selain Himeji Castle dan Matsumoto Castle. Kompleks Kumamoto Castle terdiri dari beberapa tempat yang bernilai kultural dan historis, diantaranya adalah Kato Shrine, Hosokawa Gyobu Mansion, Kumamoto City Museum, Kumamoto Prefectural Museum of Art, serta Sakuranobaba Johsaien. Di dalam area kastil juga banyak terdapat taman botani tematik khas Japanese Garden dengan beranekaragam jenis tumbuhan. Deretan pohon sakura dan ginkgo rindang riang membingkai sang kastil, membuatnya menghadirkan dua sensasi suasana dramatis yang berbeda saat musim gugur ataupun semi. Di depannya, Sungai Tsuboi mengalir sejajar di sepanjang Naga-Bei, dinding batu 242 m yang membentengi area kastil. Melipir beberapa meter ke arah barat dari Umaya Bridge, sambil menyusuri Sungai Tsuboi lewat Naga-Bei Promenade, kita dapat ‘berkenalan’ dan berfoto dengan tokoh legenda Kota Kumamoto. Patung perunggu Kato Kiyomasa terlihat duduk tegap dengan baju besi lengkap ala samurai di sudut sebelah kanan Miyuki Bridge yang terletak tepat di depan kastil. Tanpanya Kumamoto Castle yang melegenda itu tak akan pernah ada dalam sejarah Kota Kumamoto.
Kumamoto Castle, salah satu kastil terindah di Jepang
Pose bareng Kato Kiyomasa
Sakura di Kumamoto Castle
Kato Shrine, kuil Shinto di dalam kompleks Kumamoto Castle
 
Sakuranobaba Johsaien

Bagi saya yang mengagumi keindahan alam, suasana aliran air Sungai Tsuboi yang mengalir jernih disepanjang Naga-Bei Promenade di area Kumamoto Castle ini secara alamiah mampu menciptakan sentuhan natural diantara geseran futuristik di sekitar kawasan pusat Kota Kumamoto. Adanya perpaduan antara warisan berabad masa lalu (area kastil) dan tawaran kemoderenan masa depan (kawasan shopping arcade) yang diaplikasikan dalam satu bingkaian pusat kota menjadikan kota ini sungguh unik sekaligus menarik di mata saya. Percayalah, kedua perpaduan itu seolah mengajakmu melintasi dua bentang dimensi waktu yang jauh berbeda hanya dalam sekejap mata memandang. Tapi tunggu dulu, semua itu belum seberapa menarik. 

Dari pertigaan jalan raya di seberang kastil, tram, bus kota dan kendaraan lain sibuk berbagi jalur. Kumamoto City Tram yang ‘sengaja’ didesain retro ini akan terlihat melaju dari dan ke arah kastil setiap selang waktu 10 menit, membelok ke Takashibashi (line A) atau Kami Kumamoto (line B). Aktivitas padat pejalan kaki atapun pesepeda juga banyak ditemui di jalanan sepanjang Toricoshuji-Suidocho yang cukup lebar luasan pedestriannya. Di Kumamoto, tak terkecuali di bagian wilayah Jepang yang lain, jalan kaki atau bersepeda hukumnya wajib. Utamanya di kawasan pusat kota, pemandangan orang menggerombol berjalan kaki atau pria pekerja kantoran memakai jas tapi bersepeda adalah hal yang biasa. 

Montase kawasan downtown Kumamoto
Shimotori Shopping Arcade
Nishi-Ginza Street, red district-nya Kumamoto

Keberadaan sarana ruang publik dan ruang terbuka hijau sebagai tempat relaksasi masyarakat dari kepenatan aktivitas harian dan juga sebagai penyeimbang ekosistem kota tampaknya juga sangat diperhatikan oleh Pemerintah Jepang. Di Kumamoto misalnya, area taman banyak bertebaran di setiap beberapa kompleks gedung perkantoran, contohnya Shirakawa Koen yang terletak bersebelahan dengan kantor polisi lokal. Taman yang paling terkenal di Kota Kumamoto adalah Suizenji Koen. Taman yang dapat diakses dengan tram line A dan B yang menuju ke arah Kengunmachi ini merupakan taman klasik khas tsukiyama Japanese Garden dengan miniatur Gunung Fuji, kolam ikan dan Inari Shrine sebagai atraksi penarik wisatawan.

Festival Mizuakari
Sewaktu musim gugur, di setiap awal bulan Oktober, festival tahunan Mizuakari selalu digelar di area taman dan sungai di sekitar Kumamoto Castle. Puluhan ribu lampion ditata diatas potongan bambu yang diukir ukiran cantik lalu dibiarkan mengambang bebas di sepanjang tepian Sungai Tsuboi. Selama dua hari festival, pusat Kota Kumamoto terasa lebih ‘bercahaya’ dan kian semarak. Beruntungnya, musim gugur tahun ini saya berkesempatan menyaksikan festival Mizuakari secara langsung dan berhasil mengabadikan biasan cahaya ribuan lampion dengan lensa kamera saya. Keesokan harinya, agenda Japanese Culture Experience Day: memakai kimono dan upacara minum teh yang dicanangkan oleh Kumamoto International Foundation (KIF) kemudian digelar. Saya, tentu saja tak mau ketinggalan dan turut berpartisipasi lagi tahun ini, untuk yang kedua kalinya.   

Festival Mizuakari dilihat dari Miyuki Bridge
Lampion-lampion lucu
Japanese Culture Experience Day

Semerbak Aroma Suasana di Negeri Empat Musim
Sejak kecil saya sering menerka-nerka, membayangkan bagaimana rasanya menjalani hari di negeri empat musim. Saya, yang sejak lahir ditakdirkan hidup di negara beriklim tropis, hanya pernah mencicipi teriknya matahari di musim panas atau guyuran hujan di musim hujan. Maka ketika tahun lalu saya untuk pertama kalinya melalui hampir empat musim di negeri sakura ini, rasanya seperti mimpi, serasa mencium semerbak aroma suasana yang sungguh berbeda.           
1.   Musim Gugur (Aki). Pertama kali sampai di Jepang, saya disambut semarak warna-warni pohon maple yang di Jepang lebih dikenal dengan momiji. Momiji ini hanya mempertontonkan perubahan warnanya di musim gugur sekali setahun. Perpaduan warna-warni: merah, kuning, oranye pada pohon momiji biasanya mulai bisa dilihat di beberapa wilayah di Jepang sekitar pertengahan September. Selain momiji, jenis pohon khas musim gugur lainnya adalah pohon ginkgo yang berwarna kuning keemasan dengan struktur batang tinggi menjulang seperti pohon cemara. Untuk bisa menikmati momiji dan ginkgo tepat di saat warnanya telah berubah sempurna, kalender perkiraan waktu autumn colors di seluruh penjuru Jepang dapat dijadikan sebagai acuan. Di area Kumamoto sendiri biasanya autumn colors dapat dinikmati antara pertengahan hingga akhir November. Lokasi yang paling tepat? Tentu saja di Kumamoto Castle dan Kumamoto Prefectural Office. Namun, tahun lalu saya mencoba pengalaman yang berbeda dengan mengagumi warna-warni menawan musim gugur dari Takaciho Gorge di Prefektur Miyazaki. Pengalaman musim gugur perdana saya yang sekaligus menjadi pengalaman eksplorasi kota pertama setelah Kumamoto. Menakjubkan! 

Daun pohon ginkgo
Autumn Colours di area Kumamoto Castle
3 warna dramatis musim gugur
Menyempatkan pose alay di Kumamoto University North Campus

2.   Musim Dingin (Fuyu). Memasuki bulan November hingga Februari, Jepang mengalami musim yang kedua yaitu musim dingin. Pada musim ini suhu harian rata-rata bisa mencapai 4-6º C. Nilai suhu spekulasi ini tergantung dimana lokasi kita berada di wilayah kepulauan Jepang. Di Mount Aso misalnya, titik suhu terendahnya bisa mencapai -2º C. Maka ketika saya bermain dengan salju dipos ke 5 Aso-san, meski belum berada di puncak, rasa-rasanya baju lima lapis plus jaket tebal yang membungkus badan tipis saya ini tidak berhasil membuat saya berhenti gemetaran dengan tangan mengenggam erat kairo (koyo penghangat). Bbbr, dinginnya sungguh tidak bisa terdeskripsikan.

Butiran putih halus yang berkilau itu bernama salju. Perlahan ia bertaburan seiring angin dingin yang merasuki sum-sum tulang. Kian lama kian menebal, dengan hembusan angin yang memekat membentuk formasi kabut. Deruannya terdengar mendayu dari daun telinga saya. Saat saya menjamah Mount Aso, sayangnya si salju belum begitu tebal. Hanya berhasil merambati setinggi 2-3cm dari telapak tanah. Harapan saya semoga siang nanti si salju akan menebalkan dirinya.

Meski saljunya masih terbilang tipis, jangan coba-coba mengambil resiko bermain salju dengan perut kosong atau kamu akan terserang kram perut. Untungnya Mount Aso menyediakan beberapa fasilitas termasuk restoran dan fasilitas lain yang menurut saya tidak wajar untuk ukuran sarana wisata pegunungan yang terletak di dataran tinggi. Inilah Jepang! Bagi Jepang sepertinya berlaku rumus: tak ada yang tak mungkin. Hotel, ryokan (penginapan khas Jepang), guest house, hingga spa yang melimpah karena keberadaan sumber air panas dapat ditemui hampir di setiap area pos. Sepaket mie udon, komplit dengan nasi, potongan lobak, acar, dll akhirnya tersaji di hadapan saya, hanya ¥ 600,perut kosong saya kembali terisi. Area pertokoan dikemas tradisional dengan stan-stan kayu. Berbagai imitasi makanan dipajang di etalase kaca lengkap beserta harganya, menggantikan daftar menu makanan yang biasanya ada direstoran-restoran. Akan banyak kamu temui suvenir berbentuk Kumamon di sana, selain Roasso, maskotnya Mount Aso.

Puas makan siang dan belanja suvenir untuk kenang-kenangan, main salju pun dimulai. Beberapa orang terlihat begitu asyik mendesain orang-orangan salju. Melihat tumpukan bola salju, saya justru berimajinasi menuangkan sirup aneka rasa di atasnya, minum es serut ukuran raksasa ooh alangkah lezatnya. Lempar-lemparan salju di kaki gunung juga tak kalah seru lho.     

di lereng Gunung Aso nan bersalju

3.   Musim Semi (Haru). Inilah musim yang paling saya tunggu-tunggu selama separuh masa petualangan saya di Jepang. Musim semi di awal bulan April, waktu bunga sakura mulai bermekaran. Musim yang hanya bisa dinikmati secara singkat karena masa mekar bunga sakura yang juga tergolong singkat, hanya sekitar seminggu sebelum kembali layu dan cuma mekar sekali waktu saja sepanjang tahun. Melewatkan mekarnya sakura tahun ini berarti harus menanti hingga tahun depan saat sakura mekar kembali.

Musim semi bagi masyarakat Jepang adalah musimnya hanami, piknik dibawah pohon sakura. Semua anggota keluarga berkumpul bersama, minum sake dan menikmati hidangan di bawah pohon sakura sambil memandangi bunga cantik berwarna pink itu. Bagi saya dan rekan-rekan PPIJ-Kumamoto, musim semi adalah waktu paling pas untuk mengadakan barbecue di taman tepi Sungai Shirakawa belakang kampus selatan Kumamoto University. Di tepi-tepi jalan yang membentang sejajar dengan sungai, deretan pohon sakura berjajar rapi. Ranting-rantingnya perlahan diusap angin, membawa semerbak kuntum bunga sakura bertaburan bebas di udara. Suasana makin terasa magis dan dramatis. Semua yang ada disana sekejap terbius, terkena candu kemolekan sang sakura. Rasanya tak perlu lagi beranjak ke Kumamoto Castle kalau di tepian Sungai Shirakawa dekat kampus saja sudah sedramatis ini. Ujung-ujungnya beberapa dari kami tetap pergi ke kastil karena didera rasa penasaran menyaksikan secara langsung bagaimana tradisi orang Jepang yang disebut hanami itu. 

Bunga sakura
Pengalaman perdana menyentuh sakura

4.    Musim Panas (Natsu). Sayang sekali, saya hampir tidak pernah merasakan sensasi musim panas selama di Jepang. Itu karena sejak awal musim panas tahun ini saya mengikuti sebuah program International Summer School di Seoul, Korea. Cerita musim panas di negeri sakura dilewati dulu ya.

Akhirnya (separuh) cerita telah dimaknai dan dibagi arti. Hanya tersisa (separuh) cerita lagi untuk segera diakhiri. Ditulis dari negeri dimana sakura masih menyembunyikan kemolekan kuntumnya, semoga (separuh) cerita ini menginspirasi. NB: Selamat menghidupkan impian! 

1 comment :

  1. http://reretaipan88.blogspot.com/2018/06/halo-sahabat-taipanqq-semuanya.html

    Taipanbiru
    TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
    BandarQ
    AduQ
    Capsasusun
    Domino99
    Poker
    BandarPoker
    Sakong
    Bandar66

    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61

    Daftar taipanqq

    Taipanqq

    taipanqq.com

    Agen BandarQ

    Kartu Online

    Taipan1945

    Judi Online

    AgenSakong

    ReplyDelete