Semangkuk Kitsune Udon
Unknown
6:39 PM
food and beverage
                                ,
                              
inspiring
                                ,
                              
nostalgic
                                ,
                              
photo story
                                ,
                              
poem
                                ,
                              
quotes
                                ,
                              
reflection
No comments
Jika waktu tak kasat mata
Jika waktu itu bernyawa
Mungkin hanya waktu yang tak mau tau perasaan manusia yang selalu dipermainkan olehnya
Ditulis dari sudut sepi Hanamaru Udon
Sambil bercengkrama dengan semangkuk kitsune udon
Membayangkan detik-detik kepulangan menjelang
Disini aku.. memutar kembali ingatan..
(Separuh) Cerita dari Negeri Sakura
Unknown
5:40 PM
discovery
                                ,
                              
dreams
                                ,
                              
experiences
                                ,
                              
Japan
                                ,
                              
Kumamoto
                                ,
                              
photo essay
                                ,
                              
travelling
1 comment
Berawal dari Impian
Jepang, siapa yang tidak terkesima dengan negeri yang tersohor ini. Negeri yang dikenal dengan tiga julukan sekaligus: Negeri Sakura, Negeri Matahari Terbit, Negeri Samurai. Setiap orang bebas memaknai Jepang, melabelinya dengan segudang julukan. 
Jepang
 bagi saya adalah impian. Salah satu dari trilogi negeri impian saya 
setelah Arab Saudi dan Jerman. Impian yang secara sadar terus 
menggelayuti pikiran saya, seolah menuntut jawaban. Hingga suatu hari di
 tahun 2009, saya berikrar pada diri saya sendiri,“Entah seperti apa 
caranya, entah itu kapan, selama saya masih hidup, saya harus mewujudkan
 impian saya ke Jepang, lanjut kuliah atau jadi TKW sekalipun!.”  
Nyatanya Tuhan tak pernah ‘tidur’. Tiga tahun kemudian, di awal Oktober 2012, saat langit cerah Jepang bertaburan momiji musim
 gugur, Tuhan memeluk impian saya. Sebuah momentum telah mengubah hidup 
saya, membawa saya tinggal di Jepang selama dua tahun, sebagai mahasiswa
 master course salah satu universitas yang cukup ternama di Jepang dan sekaligus sebagai penerima beasiswa luar negeri.
Dan inilah (separuh) cerita saya di Negeri Sakura.
Inilah trilogi negeri impian pertama saya yang akhirnya terwujud.
Saya menyebutnya ashita, hari esok yang bersinar.
Lintasan Memori
Masih
 sering terlintas di ingatan saya ketika pertama kalinya saya 
menginjakkan kaki di negeri ini. Saat sepatu kets saya mengayunkan 
langkah perdananya keluar dari pintu kedatangan internasional Fukuoka 
Airport. Pagi itu, dari kaca jendela Kyushu Sanko Bus yang 
membawa saya melaju dari Fukuoka ke Kumamoto, sebuah montase dari negeri
 di salah satu titik di gugusan peta dunia sedang berusaha 
mendeskripsikan keelokannya melalui indera penglihatan saya. 
Gedung-gedung tinggi menjulang langit, berjajar rapi di kanan-kiri highway yang super mulus. Serapi jalur hijau pembatas jalan yang tertata membelah highway menjadi
 dua jalur berlawanan arus. Sepanjang jalan saya melihat deretan 
bangunan yang entah itu apa, didominasi warna cokelat muda. 
Masih di suatu pagi di awal bulan Oktober, sambil memandang takjub dari balik kaca bus Kyu San Ko yang tak berjeda melaju, saya merasakan sesuatu membuncah, jauh di dalam hati saya.  
Kumamoto, Kotanya Kumamon
Inilah
 Kumamoto, kota tempat saya tinggal. Kota Kumamoto merupakan ibu kota 
Prefektur Kumamoto yang terletak di Pulau Kyushu, Jepang. Kota dengan 
luas wilayah 7.400km2 ini berpopulasi sekitar 737.000 jiwa. Dijuluki 
sebagai Hi no Kuni yang berarti “country of fire”, di wilayah
 Kumamoto terdapat Mount Aso yang terkenal dengan salah satu kaldera 
terbesar di dunia dan statusnya masih aktif hingga sekarang. Berkat 
Mount Aso dan kekayaan alamnya, Kumamoto juga dikenal sebagai “city of forest”, kota dengan sumber air bawah tanah yang jernih dan melimpah ruah. 
Setiap
 kota di Jepang sepertinya punya karakter maskot kotanya masing-masing. 
Demikian juga dengan Kumamoto yang maskotnya dikenal dengan sebutan 
Kumamon. Kumamon adalah beruang hitam gendut dengan wajah ramah dan 
bulatan merah di kedua pipinya. Karakter Kumamon sungguh menggemaskan 
dan kamu bisa menemukannya dimana saja ketika kamu menelusuri Kota 
Kumamoto: dalam bentuk makanan, aksesoris, sebagai papan penunjuk arah, 
atapun terpajang sebagai efek hologram di jendela kaca sebuah kantor 
bank!. Kumamoto dengan Kumamonnya adalah konsep city branding yang sekaligus menumbuhkan sense of belonging masyarakat yang diaplikasikan dengan sangat menarik.
Kumamoto City
Kumamon  
Hologram Kumamon di bangunan bank 
Kumamoto Castle dan Kawasan Downtown
Memasuki wilayah pusat Kota Kumamoto, bangunan Kumamoto Castle yang menjadi landmark kota
 terlihat menyembul gagah diantara kompleks perbelanjaan modern di 
sepanjang Kamitori-Shimotori. Kumamoto Castle merupakan satu dari tiga 
kastil utama di Jepang selain Himeji Castle dan Matsumoto 
Castle. Kompleks Kumamoto Castle terdiri dari beberapa tempat yang 
bernilai kultural dan historis, diantaranya adalah Kato Shrine, Hosokawa
 Gyobu Mansion, Kumamoto City Museum, Kumamoto Prefectural Museum of 
Art, serta Sakuranobaba Johsaien. Di dalam area kastil juga banyak terdapat taman botani tematik khas Japanese Garden dengan beranekaragam jenis tumbuhan. Deretan pohon sakura dan ginkgo rindang riang membingkai sang kastil, membuatnya
 menghadirkan dua sensasi suasana dramatis yang berbeda saat musim gugur
 ataupun semi. Di depannya, Sungai Tsuboi mengalir sejajar di sepanjang Naga-Bei,
 dinding batu 242 m yang membentengi area kastil. Melipir beberapa meter
 ke arah barat dari Umaya Bridge, sambil menyusuri Sungai Tsuboi lewat 
Naga-Bei Promenade, kita dapat ‘berkenalan’ dan berfoto dengan tokoh 
legenda Kota Kumamoto. Patung perunggu Kato Kiyomasa terlihat duduk 
tegap dengan baju besi lengkap ala samurai di sudut sebelah kanan Miyuki
 Bridge yang terletak tepat di depan kastil. Tanpanya Kumamoto Castle 
yang melegenda itu tak akan pernah ada dalam sejarah Kota Kumamoto. 
Kumamoto Castle, salah satu kastil terindah di Jepang
Pose bareng Kato Kiyomasa
Sakura di Kumamoto Castle
Kato Shrine, kuil Shinto di dalam kompleks Kumamoto Castle
Sakuranobaba Johsaien
Bagi
 saya yang mengagumi keindahan alam, suasana aliran air Sungai Tsuboi 
yang mengalir jernih disepanjang Naga-Bei Promenade di area Kumamoto 
Castle ini secara alamiah mampu menciptakan sentuhan natural 
diantara geseran futuristik di sekitar kawasan pusat Kota Kumamoto. 
Adanya perpaduan antara warisan berabad masa lalu (area kastil) dan 
tawaran kemoderenan masa depan (kawasan shopping arcade) yang 
diaplikasikan dalam satu bingkaian pusat kota menjadikan kota ini 
sungguh unik sekaligus menarik di mata saya. Percayalah, kedua perpaduan
 itu seolah mengajakmu melintasi dua bentang dimensi waktu yang jauh 
berbeda hanya dalam sekejap mata memandang. Tapi tunggu dulu, semua itu 
belum seberapa menarik. 
Dari pertigaan jalan raya di seberang
 kastil, tram, bus kota dan kendaraan lain sibuk berbagi jalur. Kumamoto
 City Tram yang ‘sengaja’ didesain retro ini akan terlihat melaju dari 
dan ke arah kastil setiap selang waktu 10 menit, membelok
 ke Takashibashi (line A) atau Kami Kumamoto (line B). Aktivitas padat 
pejalan kaki atapun pesepeda juga banyak ditemui di jalanan sepanjang 
Toricoshuji-Suidocho yang cukup lebar luasan pedestriannya. Di Kumamoto,
 tak terkecuali di bagian wilayah Jepang yang lain, jalan kaki atau 
bersepeda hukumnya wajib. Utamanya di kawasan pusat kota, pemandangan 
orang menggerombol berjalan kaki atau pria pekerja kantoran memakai jas 
tapi bersepeda adalah hal yang biasa. 
Montase kawasan downtown Kumamoto
Shimotori Shopping Arcade
Nishi-Ginza Street, red district-nya Kumamoto
Keberadaan
 sarana ruang publik dan ruang terbuka hijau sebagai tempat relaksasi 
masyarakat dari kepenatan aktivitas harian dan juga sebagai penyeimbang 
ekosistem kota tampaknya juga sangat diperhatikan oleh Pemerintah 
Jepang. Di Kumamoto misalnya, area taman banyak bertebaran di setiap 
beberapa kompleks gedung perkantoran, contohnya Shirakawa Koen yang 
terletak bersebelahan dengan kantor polisi lokal. Taman yang paling 
terkenal di Kota Kumamoto adalah Suizenji Koen. Taman yang dapat diakses
 dengan tram line A dan B yang menuju ke arah Kengunmachi ini merupakan 
taman klasik khas tsukiyama Japanese Garden dengan miniatur Gunung Fuji, kolam ikan dan Inari Shrine sebagai atraksi penarik wisatawan.
Festival Mizuakari
Sewaktu musim gugur, di setiap awal bulan Oktober, festival tahunan Mizuakari selalu
 digelar di area taman dan sungai di sekitar Kumamoto Castle. Puluhan 
ribu lampion ditata diatas potongan bambu yang diukir ukiran cantik lalu
 dibiarkan mengambang bebas di sepanjang tepian Sungai Tsuboi. Selama 
dua hari festival, pusat Kota Kumamoto terasa lebih ‘bercahaya’ dan kian
 semarak. Beruntungnya, musim gugur tahun ini saya berkesempatan 
menyaksikan festival Mizuakari secara langsung dan berhasil mengabadikan biasan cahaya ribuan lampion dengan lensa kamera saya. Keesokan harinya, agenda Japanese Culture Experience Day: memakai kimono
 dan upacara minum teh yang dicanangkan oleh Kumamoto International 
Foundation (KIF) kemudian digelar. Saya, tentu saja tak mau ketinggalan 
dan turut berpartisipasi lagi tahun ini, untuk yang kedua kalinya.   
Festival Mizuakari dilihat dari Miyuki Bridge
Lampion-lampion lucu
Japanese Culture Experience Day
Semerbak Aroma Suasana di Negeri Empat Musim
Sejak
 kecil saya sering menerka-nerka, membayangkan bagaimana rasanya 
menjalani hari di negeri empat musim. Saya, yang sejak lahir ditakdirkan
 hidup di negara beriklim tropis, hanya pernah mencicipi teriknya 
matahari di musim panas atau guyuran hujan di musim hujan. Maka ketika 
tahun lalu saya untuk pertama kalinya melalui hampir empat musim di 
negeri sakura ini, rasanya seperti mimpi, serasa mencium semerbak aroma 
suasana yang sungguh berbeda.           
1.   Musim Gugur (Aki). Pertama kali sampai di Jepang, saya disambut semarak warna-warni pohon maple yang di Jepang lebih dikenal dengan momiji. Momiji ini
 hanya mempertontonkan perubahan warnanya di musim gugur sekali setahun.
 Perpaduan warna-warni: merah, kuning, oranye pada pohon momiji biasanya mulai bisa dilihat di beberapa wilayah di Jepang sekitar pertengahan September. Selain momiji, jenis pohon khas musim gugur lainnya adalah pohon ginkgo yang berwarna kuning keemasan dengan struktur batang tinggi menjulang seperti pohon cemara. Untuk bisa menikmati momiji dan ginkgo tepat di saat warnanya telah berubah sempurna, kalender perkiraan waktu autumn colors di seluruh penjuru Jepang dapat dijadikan sebagai acuan. Di area Kumamoto sendiri biasanya autumn colors dapat
 dinikmati antara pertengahan hingga akhir November. Lokasi yang paling 
tepat? Tentu saja di Kumamoto Castle dan Kumamoto Prefectural Office. 
Namun, tahun lalu saya mencoba pengalaman yang berbeda dengan mengagumi 
warna-warni menawan musim gugur dari Takaciho Gorge di Prefektur 
Miyazaki. Pengalaman musim gugur perdana saya yang sekaligus menjadi 
pengalaman eksplorasi kota pertama setelah Kumamoto. Menakjubkan! 
Daun pohon ginkgo
Autumn Colours di area Kumamoto Castle
3 warna dramatis musim gugur
Menyempatkan pose alay di Kumamoto University North Campus
2.   Musim Dingin (Fuyu).
 Memasuki bulan November hingga Februari, Jepang mengalami musim yang 
kedua yaitu musim dingin. Pada musim ini suhu harian rata-rata bisa 
mencapai 4-6º C. Nilai suhu spekulasi ini tergantung dimana lokasi kita 
berada di wilayah kepulauan Jepang. Di Mount Aso misalnya, titik suhu 
terendahnya bisa mencapai -2º C. Maka ketika saya bermain dengan salju 
dipos ke 5 Aso-san, meski belum berada di puncak, rasa-rasanya 
baju lima lapis plus jaket tebal yang membungkus badan tipis saya ini 
tidak berhasil membuat saya berhenti gemetaran dengan tangan mengenggam 
erat kairo (koyo penghangat). Bbbr, dinginnya sungguh tidak bisa terdeskripsikan. 
Butiran
 putih halus yang berkilau itu bernama salju. Perlahan ia bertaburan 
seiring angin dingin yang merasuki sum-sum tulang. Kian lama kian 
menebal, dengan hembusan angin yang memekat membentuk formasi kabut. 
Deruannya terdengar mendayu dari daun telinga saya. Saat saya menjamah 
Mount Aso, sayangnya si salju belum begitu tebal. Hanya berhasil 
merambati setinggi 2-3cm dari telapak tanah. Harapan saya semoga siang 
nanti si salju akan menebalkan dirinya.
Meski 
saljunya masih terbilang tipis, jangan coba-coba mengambil resiko 
bermain salju dengan perut kosong atau kamu akan terserang kram perut. 
Untungnya Mount Aso menyediakan beberapa fasilitas termasuk restoran dan
 fasilitas lain yang menurut saya tidak wajar untuk ukuran sarana wisata
 pegunungan yang terletak di dataran tinggi. Inilah Jepang! Bagi Jepang 
sepertinya berlaku rumus: tak ada yang tak mungkin. Hotel, ryokan (penginapan khas Jepang), guest house, hingga spa yang melimpah karena keberadaan sumber air panas dapat ditemui hampir di setiap area pos. Sepaket mie udon, komplit
 dengan nasi, potongan lobak, acar, dll akhirnya tersaji di hadapan 
saya, hanya ¥ 600,perut kosong saya kembali terisi. Area pertokoan 
dikemas tradisional dengan stan-stan kayu. Berbagai imitasi makanan 
dipajang di etalase kaca lengkap beserta harganya, menggantikan daftar 
menu makanan yang biasanya ada direstoran-restoran. Akan banyak kamu 
temui suvenir berbentuk Kumamon di sana, selain Roasso, maskotnya Mount 
Aso.
Puas makan siang dan belanja suvenir untuk 
kenang-kenangan, main salju pun dimulai. Beberapa orang terlihat begitu 
asyik mendesain orang-orangan salju. Melihat tumpukan bola salju, saya 
justru berimajinasi menuangkan sirup aneka rasa di atasnya, minum es 
serut ukuran raksasa ooh alangkah lezatnya. Lempar-lemparan salju di 
kaki gunung juga tak kalah seru lho.     
3.   Musim Semi (Haru). Inilah
 musim yang paling saya tunggu-tunggu selama separuh masa petualangan 
saya di Jepang. Musim semi di awal bulan April, waktu bunga sakura mulai
 bermekaran. Musim yang hanya bisa dinikmati secara singkat karena masa 
mekar bunga sakura yang juga tergolong singkat, hanya sekitar seminggu 
sebelum kembali layu dan cuma mekar sekali waktu saja sepanjang tahun. 
Melewatkan mekarnya sakura tahun ini berarti harus menanti hingga tahun 
depan saat sakura mekar kembali.
Musim semi bagi masyarakat Jepang adalah musimnya hanami, piknik dibawah pohon sakura. Semua anggota keluarga berkumpul bersama, minum sake dan
 menikmati hidangan di bawah pohon sakura sambil memandangi bunga cantik
 berwarna pink itu. Bagi saya dan rekan-rekan PPIJ-Kumamoto, musim semi 
adalah waktu paling pas untuk mengadakan barbecue di taman tepi
 Sungai Shirakawa belakang kampus selatan Kumamoto University. Di 
tepi-tepi jalan yang membentang sejajar dengan sungai, deretan pohon 
sakura berjajar rapi. Ranting-rantingnya perlahan diusap angin, membawa 
semerbak kuntum bunga sakura bertaburan bebas di udara. Suasana makin 
terasa magis dan dramatis. Semua yang ada disana sekejap terbius, 
terkena candu kemolekan sang sakura. Rasanya tak perlu lagi beranjak ke 
Kumamoto Castle kalau di tepian Sungai Shirakawa dekat kampus saja sudah
 sedramatis ini. Ujung-ujungnya beberapa dari kami tetap pergi ke kastil
 karena didera rasa penasaran menyaksikan secara langsung bagaimana 
tradisi orang Jepang yang disebut hanami itu. 
Pengalaman perdana menyentuh sakura
4.    Musim Panas (Natsu). Sayang
 sekali, saya hampir tidak pernah merasakan sensasi musim panas selama 
di Jepang. Itu karena sejak awal musim panas tahun ini saya mengikuti 
sebuah program International Summer School di Seoul, Korea. Cerita musim panas di negeri sakura dilewati dulu ya. 
Akhirnya
 (separuh) cerita telah dimaknai dan dibagi arti. Hanya tersisa 
(separuh) cerita lagi untuk segera diakhiri. Ditulis dari negeri dimana 
sakura masih menyembunyikan kemolekan kuntumnya, semoga (separuh) cerita
 ini menginspirasi. NB: Selamat menghidupkan impian!  
Subscribe to:
Comments
                      (
                      Atom
                      )
                    

 
























 
 
 
 
No comments :
Post a Comment